68 TAHUN KEMERDEKAAN MILIK SIAPA?

YOGYA – Suasana peringatan detik – detik pembacaan proklamasi sudah terasa di beberapa sudut Kota Yogyakarta, momentum 17 Agustusan sangat dimanfaatkan warga untuk menunjukan jiwa patriotisme dan kebanggaannya akan Republik Indonesia. Berbagai acara sejak jauh – jauh hari dilakukan dari mulai pemasangan umbul – umbul, bendera sampai penyiapan acara puncak pada tanggal 17 agustus 2013. Serangkaian perayaan kegiatan yang menghabiskan dana yang tidak sedikit, benar-benar merupakan hasil sumbangsih dari masyarakat. Mereka dengan suka rela menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memeriahkan acara 17 Agustusan. Namun demikian, terasa ada sesuatu yang membanggakan sekaligus juga memilukan dari peringatan kemerdekaan. Betapa tidak, masyarakat yang sampai sekarang masih hidup dalam bayang – bayang kemiskinan dan masih merasakan dampak dari kenaikan harga BBM, dengan senang hati mereka urunan demi terselenggaranya pesta rakyat dalam rangka memeriahkan HUT negaranya. Sejenak warga menghilangkan kepenatan hiruk – pikuk kehidupan yang penuh dengan problematika yang tak pernah selesai. Potret keseharian masyarakat dalam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selalu dalam ketertindasan kaum kapital dan penguasa yang belumlah pro “wong cilik”. Kemiskinan absolut masih menjadi momok menakutkan yang menjangkiti negeri ini, demikian halnya akses pendidikan, pekerjaan dan kesehatan yang masih belum seutuhnya dapat dinikmati masyarakat akibat masih dalam cengkraman mafia berkeley. Sungguh teramat banyak bentuk ketimpangan yang terjadi di negeri nan kaya ini, kita tak lagi mampu menghitung dan menganalisa sektor mana sajakah yang di nilai tidak sesuai dengan konstitusi dan amanat para THE FUNDING FATHER, hampir semua sel – sel kehidupan masyarakat terdapat ketimpangan dan ketidak – adilan bagi mereka warga kelas dua. 68 Tahun Republik Indonesia merdeka, apakah seluruh warganya sudah merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya?. Rakyat yang benar – benar merasakan kemerdekaan tidak lebih dari 5 persen itupun karena mereka menguasai sebagian besar kekayaan Indonesia, sementara 95 persen rakyat Indonesia masih berjuang untuk mendapatkan kemerdekaannya. Tidak berlebihan memang kalau seorang mantan anggota DPR menulis puisi pada peringatan 17 Agustus 2010 dengan judul ”Renungan Tragis di HUT RI Ke-65” : Negeri ini ’Negeri Para Bedebah...!/ Pejabat Negara menjarah Uang Rakyatnya, mereka maling-maling yang terlegitimasi secara politik sebab dipilih langsung oleh rakyat tapi tega menipu rakyatnya/ Para Pejabat negara berlimpah kuasa dan harta di atas bangkai rakyatnya/ Mereka pemakan daging bangsanya yang berlumur darah dan nanah/ Maka mereka harus dihukum langsung juga oleh rakyat. (any).

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

STOP NATO

Trading Plan (Perencanaan Trading)